728x90 AdSpace

  • Latest News

    07 October 2011

    Catatan #9 Melihat Tempat yang Ditulis Multatuli

    Suryati:
    [Kelas IV MI Al Hidayah Ciseel. Memerankan Adinda kecil di drama Saijah Adinda. "Membaca itu memang mengasyikkan, sampai-sampai aku jarang ada di rumah pada waktu siang," pengakuan Suryati dibuku catatan RG Max Havelaar. Ini dia tulisan anak kelas IV MI, Suryati. Rasakan!]
    Sabtu-14-05-2011
    Pagi-pagi aku bangun. Aku langsung membuka baju, tapi tiba-tiba ada kakakku. Dia bilang mau mandi dulu. Oh ya, aku baru ingat kalau sekarang akan diadakan jalan-jalan ke Rangkas. Aku ganti celana tapi baju tidak diganti. Lalu kakakku bilang mau ikut yoga. “Ya,” jawabku. Lalu kakak menuju rumah temannya. Aku juga menuju rumah teman sebangkuku, tapi dia ternyata dia sudah mandi. Tapi aku belum. Yah, biarlah. Soalnya kalau mandi dulu nanti diperjalanan akan berkeringat. Tapi temanku bilang ingin buang air besar. Katanya kalau mau berangkat yoga, panggil aku. Iya deh, jawabku.
    Lalu akhirnya berangkat. Kami melewati sungai kecil. Setelah datang ke tempat yoga yang sudah disediakan. Aku dan teman-temanku menunggu guru-guru. Dan akhirnya datang juga. Lalu aku dan teman-teman langsung yoga. Dan yang mengajarkan yoganya adalah Mas Sigit, tukang sulap.
    Tapi yoganya cuma sebentar. Lalu aku pulang. Setelah datang ke rumah aku langsung mandi pakai baju. Lalu sarapan pakai jilbab. Lalu segera berangkat menuju ke jalan. Tapi jalan kaki menuju ke Cangkeuteuk. Di perjalanan menuju Cangkeuteuk aku ingat ada kakak naik kendaraan motor. Aku bilang ikut. Lalu aku pun dinaikkan ke motor.
    Setelah datang ke Cangkeuteuk ternyata mobilnya tidak ada. Lalu aku dan kakakku langsung ke Cengal. Setelah datang ke Cengal aku lihat mobilnya, ternyata kecil. Lalu aku dan kakakku dibelikan minuman. Aku dan teman-temanku lama banget menunggu guru-guru. Lalu akhirnya berangkat juga walaupun belum ada gurunya.
    Di jalan aku lihat Pak Ubai dan yang lainnya. Perjalanannya sangat jauh. Ke belakang ke depan terus begitu. Di perjalanan kendaraan banyak banget dan listrik ada di mana-mana.
    Dan pada akhirnya di tengah perjalanan, Pak Ubai menemukan mobil kosong. Akhirnya dibagi dua. Yang satu mobil engkel dan yang satu lagi…
    Maaf yah aku tak tahu.
    Lalu akhirnya datang juga. Aku dan teman-temanku makan di tempat yang disebut pendopo. Setelah kenyang aku dan teman-temanku diajak untuk melihat apa yang tertulis Multatuli. Yang pertama Pak Ubai tunjukan adalah alun-alun Multatuli, lalu dinding sisa rumah Multatuli, lalu jalan Multatuli, dan SD Multatuli. Di sana sangat bersih. Lalu aku dengar seorang anak yang berbicara seperti ini, poto…poto…
    Setelah jalan-jalan seberapa lama, akhirnya datang juga ke bank BRI Multatuli. Setelah itu terus berjalan dan berjalan. Lalu kami ditunjukan jembatan sungai Ciujung. Jembatannya ada dua yang satu untuk mobil dan yang satu untuk kereta. Lalu ada yang lari. Katanya ada orang gila. Setelah itu kami jalan lagi. Dan akhirnya sampai di apotek Multatuli. Di Jl. Tirtayasa No. 30. Di sana kami diajak untuk masuk ke dalamnya yang menjual obat-obat yang ada di sana. Kata yang bernama Herman, katanya nama Multatuli adalah sebagai kenang-kenangan. Apoteknya didirikan oleh Bapak Suandi. Di sana ada bedak, dokter gigi, tehate, dan banyak lagi. Katanya tutup jam 9 malam. Berdirinya apotek Multatuli berpuluhan tahun. Aku dan teman-teman mendengarkan dengan serius.
    Setelah itu kami jalan lagi. Kali ini perjalanannya sangat jauh. Setelah berapa lama akhirnya datang ke perpustakaan umum. Dibukanya jam 8 sampai jam 3. Kami dipersilakan untuk masuk. Setelah masuk banyak sekali buku. Lalu Mas Sigit membawa plastik yang berisi… apa ya, kayaknya makanan. Lalu dibagi-bagi ke anak-anak. Karena enggak kebagian. Aku tak tahu apa isinya.
    Lalu kami pun keluar. Di luar terlihat air hujan menetes. Tapi aku dan yang lainnya tetap berjalan. Lalu akhirnya sampai juga. Oh ya, aku lupa kalau ternyata waktu aku turun dari mobil di hadapan gedung Multatuli yang bernama Aula Multatuli dan di pinggirnya ada tempat untuk ngopi. Dan di pinggir gedung untuk ngopi ada pendopo. Aku dan teman-teman berteduh di pendopo. Dan akhirnya hujan pun reda.
    Aku dan teman-teman menuju mobil. Lalu kami naik. Aku di depan lagi dekat sopir. Di perjalanan Kak Nurhalimah mabuk lagi. Sampai-sampai habis dua keresek. Di Rasamala ada orang yang jemput. Ada Pak Wawan (mantan guru saya), ada Kak Sarman, dan Kak Mulyadi juga. Sesampai di Cikadu aku dan Mamay turun. Soalnya Kak Mulyadi mau menjemput seseorang lagi tapi siapa ya…
    Lalu aku dan Mamay punya teman untuk pulang. Mereka adalah Yani, Ajis, dan siapa lagi yah, aku lupa…
    Setelah menyeberang sungai kami tetap berjalan dengan hujan rebut yang amat besar. Setelah melewati Cikadu tiba-tiba ada motor. Sopirnya Kak Usup. Dan yang ikutnya Kak Sumyati.
    Aku dan Mamay bilang mau ikut dan kami pun diperbolehkan untuk ikut. Dan aku pun dinaikkan, Mamay juga. Dan sesampainya di jalan membukit, di dekat kuburan di Ciseel disebut seperti ini “tanjakan kuburan”. Aku dan Mamay turun. Kata Kak Usup nanti akan dijemput lagi karena mengantarkan Kak Cumi dulu di dekat kuburan. Aku dan Mamay lari karena takut soalnya waktu untuk shalat maghrib. Apalagi diguyur hujan. Dan lewat satu motor. Sopirnya Kak Sarman. Tapi untungnya ada Kak Maman. Jadi aku dan Mamay tidak usah takut. Lalu Kak Usup pun datang lagi, tapi kami tidak naik karena masih tanjakan. Dan akhirnya sampai dekat kuburan. Ternyata di sana juga ada Kak Iis, Suana, dan Kak Sumyati. Lalu di sana, aku, Mamay, dan Kak Sumyati naik lagi. Waktu naik dikebut. Air hujan masuk ke mulutku dan mata. Lalu aku memejamkan mata. Waktu aku membuka mata karena motornya berhenti ternyata sudah sampai di halaman rumah Kak Cumi. Tapi rumah Mamay terlewati. Lalu aku, Mamay, dan Kak Sumyati turun. Kami menuju rumah masing-masing. Di pintu terlihat ibu dan adikku sedang nunggu dengan wajah cemas. Soalnya hujan deras banget (takut kecelakaan).
    Setelah datang ke rumah aku minta handuk. Padahal merintah orang tua tidak baik. Apa boleh buat soalnya bajuku basah semua. Aku minta untuk diambilkan uang di tas, untuk beli shampoo, tapi kata bibiku ada. Tidak usah membeli. Aku tanya shampoo apa. Katanya shampo shansilk. Lalu aku mengambilnya. Lalu aku membuka baju, dan celana, dan juga celana dalam baju dalam. Lalu aku mandi dan keramas.
    Setelah mandi aku keringkan rambut dengan handuk. Lalu pakai baju. Setelah pakai baju lalu aku membuka handuk dari kepala yang sengaja supaya rambutku cepat kering. Lalu aku menyisir rambut. Lalu aku meletakkan badan ke kasur sambil memakan permen. Lalu baca buku komik sambil menunggu acara-acara. Tapi tiba-tiba ada yang menanyakan apakah anak-anak sudah datang. Ternyata itu adalah Pak Ubai. Ia juga bertanya pada ibuku. Gini bertanyanya:
    Pak Ubai : Pipih tos datang?
    Ibuku : Muhun
    Pak Ubai : Kalau Yati?
    Ibuku : Enggeus Yati geh. Mampir dulu, Pak!
    Pak Ubai : Mangga. Mangga. Da tos caket deui.
    Lalu tak berapa lama, ibuku memanggil. Katanya mau bakso. Yah mau dong. Ternyata, kakak yang beli. Aku nggak tahu soalnya aku enggak turun-turun di pasar juga. Lalu ibu membagikan baksonya. Satu mangkok untuk dua orang. Setelah makan bakso aku ke kamar lagi. Lalu membaca buku komik lagi. Pada waktu aku membaca buku buku terdengar suara salon. Aku langsung ganti baju. Lalu ngikat rambut. Setelah ngikat rambut aku pakai kerudung. Setelah itu aku ambil uang di dalam tas. Lalu aku ke luar. Terlihat banyak orang yang mau hadir dalam acara ini. Tapi anehnya malam ini lebih banyak yang hadir, tidak seperti malam kemarin. Di dekat pedagang bakso terlihat meja yang kosong, dan kulihat Nuraini di sana. Lalu aku ke sana dan duduk di meja. Terlihat Enun lewat. Aku menyapanya. Dan dia pun menuju ke tempatku. Lalu dia mengajakku untuk jajan. Aku pun mau. Lalu aku memutuskan untuk membeli Cikn. Lalu dia pun setuju. Setelah datang ke sana ternyata sudah habis, belum menggoreng lagi. Lalu aku dan Enun kembali lagi. Pada waktu mau kembali di jalan ketemu Nurhadi. Anak adik ibuku. Dia itu kelas satu SMP. Dia memberikan sepuluh ribu, tapi selembar. Tapi aku harus merecehkannya dulu. Lalu aku ambil dua ribu. Dan yang seribu katanya untuk Jamsinah. Tapi dia bilang lagi, seperti ini, “Eh, ulah dik,” katanya ke rumahku dulu. Sesampainya di rumah, dia menanyakan pada ibuku. Apakah punya uang recehan sepuluh ribu. Lalu ibu menjawab katanya tidak. Lalu dia memberikannya lagi padaku untuk direcehkan lagi. Di perjalanan aku bertemu Enun. Karena tadi aku meninggalkannya. Aku dan Enun merecehkan uangnya sambil jajan. Lalu aku memberikannya lagi. Lalu Nurhadi menyuruhku untuk memberikan kepada Jumsinah. Aku memanyunkan bibir. Lalu aku dan Enun mencari Jumsinah. Setelah berapa lama, aku dan Enun menyerah karena sudah bolak-balik ke sana ke mari. Dan acara pun dimulai. Pengacaranya adalah Pak Barnas. Maaf ya aku lupa acara-acaranya. Malam ini akun lupa untuk acaranya. Jadi aku loncat saja. MALAMNYA AKU PUN TIDUR.
    Minggu-15-05-2011
    Pagi ini aku bangun siang tapi kakak sudah siap untuk jalan-jalan dengan Pak Ubai dan yang lainnya ke Baduy. Bangun tidur aku langsung kencing, lalu cuci muka. Setelah cuci muka aku ngopi. Setelah ngopi mengasuh. Jam delapan aku pulang. Aku ambil handuk dan sabun, sikat gigi, pasta gigi, sikat cuci, dan sabun colek. Aku dan adikku segera berangkatlah ke sungai. Di sungai aku segera cuci pakaian. Selesai cuci pakaian aku sikat gigi. Lalu mandi. Selesai mandi aku memandikan adik.
    Setelah selesai aku pulang. Ternyata kakak sudah tidak ada karena sudah berangkat ke Baduy. Lalu aku memakaikan baju pada adikku. Setelah selesai memakaikan baju aku memakai baju, lalu sisir rambut, dan pakai bedak. Setelah selesai, aku mengasuh lagi. Aku dan adikku ke rumah yang akan dibangun. Itu adalah rumah pamanku. Lalu adikku bermain apa yah. Aku jadi tukang membuat kopi dan makanan dan adikku jadi tukang mesin seperti Kang Acip. Setelah adikku selesai bekerja aku buatkan kopi. Tapi bukan betulan loh? Cuma main.
    Lalu aku dan adikku lihat yang mengaduk. Kalau bahasa Indonesianya apa yah. Lalu aku dan adikku melihat ke dalam rumahnya. Setelah datang ke rumah ternyata sudah jam setengah tiga dan bibiku sedang membereskan pakaian yang baru dijemur. Tapi adikku nangis. Karena sudah siang, sudah waktunya tidur siang. Soalnya adikku bila ingin tidur selalu nangis—dan nangis bila belum tidur juga. Lalu pada akhirnya adikku tidur juga. Aku langsung menyapu. Setelah menyapu aku baca komik yang ada di rumah yang kubawa kapan ya. Setelah baca komik aku lupa ternyata hari sudah sore, saatnya untuk mandi. Aku mencari baju yang kotor. Setelah itu aku mengambil sabunnya. Lalu ke sungai. Sesampainya di sungai aku langsung cuci pakaian. Setelah selesai cuci pakaian, aku sikat gigi, menyikat kaki, membersihkan kuku, lalu mandi. Setelah selesai aku pulang. Setelah sampai di rumah aku memakai baju, menyisir rambut, pakai haslin, lalu pakai bedak. Setelah selesai aku main. Hingga akhirnya aku pulang tapi kakak belum juga datang. Setelah berapa lama akhirnya kakakku datang dengan naik kendaraan motor. Setelah kakak ke rumah ia langsung ke dapur. Lalu kami semua mengikutinya. Sesampainya di dapur ia membuka keresek yang ia bawa, ternyata dalamnya bakso. Baksonya cumin tiga mangkok jadi hanya untuk anak-anak saja, seperti aku, Masitoh, Heri, Murdiana, Pipih.
    Satu mangkok untuk dua orang.
    Jadi aku dengan kakakku, Pipih.
    Heri dengan Masitoh. Heri dan Masitoh adalah anak pamanku, yang rumahnya dibangun itu. Murdiana (adikku) dengan ibu. Tapi yang lainnya tidak makan karena baksonya hanya sedikit. Setelah makan bakso aku istirahat sebentar. Lalu aku diberi jajan oleh ibu. Lalu aku keluar untuk apa ya. Sesampainya di luar aku bertemu Nuraenun (Enun). Aku dan Enun jajan.
    Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pilm layar akan segera dimulai. Aku mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Tukang senternya mengecek pilmnya. Lalu akhirnya memutuskan pilm yang bagaimana ya. Enggak seru sebab bicaranya dilagu-lagukan. Lalu akhirnya mengacak lagi. Lama banget. Lalu orang yang datang dari Cigaclung bersorak, suaranya seperti ini, “Huuuuu…” Aku menoleh ke belakang. Dalam hatiku enggak sopan banget. Padahal yang mengecek senternya sebenarnya tamu yang datang dari jauh. Lalu akhirnya pilm drama Saijah Adinda yang diperankan pada hari Jumat sorenya. Lucu deh sebab yang nyenternya ke sana ke mari. Kalau nyenter satu orang misalnya menyenter dari ujung ke bawah. Kami tertawa. Soalnya kalau nyenter muka, matanya besar banget. Dan kalau menyenter bawahnya kakinya kotor banget. Setelah selesai pilm drama Saijah Adinda akhirnya mengecek lagi. Lalu mulai pilm Max Havelaar. Setelah itu lalu akhirnya melanjutkan dengan pilm cerita tentang rumah angker yang ada hantunya. Seru sebab ada pocongnya. Perempuan cantik banget tapi sudah mati. Selesai pilm itu lalu akhirnya pilm wiro sableng yang punya kapak maut 212. Setelah berapa lama rasanya aku ngantuk. Aku ngantuk aku mau pulang. Tapi aku takut. Jadinya aku bolak-balik saja. Bila aku nonton lagi aku pasti akan masuk angin. Soalnya udara dingin. Akhirnya kuputuskan untuk pulang. Ternyata semuanya sudah tidur. Cuma aku dan kakak lagi yang belum tidur. Maksudku yang semuanya sudah tidur itu adalah yang tinggal di rumahku saja. Aku mengambil permadani, bantal, dan selimut. Aku meletakan permadani ke samak. Lalu kuletakan bantal di atas permadani, dan kulebarkan selimut supaya menyelimuti seluruh tubuh. Setelah itu aku membaca doa sebelum tidur, membaca surat alikhlas, lalu aku membaca salawat nabi sepuluh kali. Setelah itu aku tidur.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Catatan #9 Melihat Tempat yang Ditulis Multatuli Rating: 5 Reviewed By: mh ubaidilah
    Scroll to Top